Ayo baca cerpennya ya! Tolong tinggalkan sebuah komentar untuk cerpen ini :D TERIMA KASIH :)
FLASHBACK
Hingga tengah hari, Genta belum mendapatkan pekerjaan. Akhirnya, dia memutuskan untuk mencari makan terlebih dahulu. Genta kembali mengayuh hingga dia sampai di warteg dekat pasar kembang. Tak sengaja, dia melihat seorang anak yang ada didalam keramaian pasar yang berniat untuk mencopet dompet salah seorang wanita tua. Genta mengejar anak itu hingga disebuah tempat asing yang sangat kumuh.
FLASHBACK
Hingga tengah hari, Genta belum mendapatkan pekerjaan. Akhirnya, dia memutuskan untuk mencari makan terlebih dahulu. Genta kembali mengayuh hingga dia sampai di warteg dekat pasar kembang. Tak sengaja, dia melihat seorang anak yang ada didalam keramaian pasar yang berniat untuk mencopet dompet salah seorang wanita tua. Genta mengejar anak itu hingga disebuah tempat asing yang sangat kumuh.
“Abang kenapa kejar saya? Abang tidak
tahu kalau saya sedang bekerja untuk mencari sesuap nasi?” ucap pencopet cilik
itu sembari mengusap peluhnya.
“Kamu bilang mencopet itu pekerjaan?
Apa kamu tidak takut jika dikeroyok warga dan ditangkap polisi?”
“Ah, abang ini. Itu sudah sering
terjadi” Genta hanya menganga mendengar pengakuan pencopet itu.
“Siapa yang menyuruhmu untuk bekerja
seperti ini?” tanya Genta penasaran
“Bosku” jawab si pencopet singkat
“Kau yang hanya seorang pencopet mempunyai
seorang bos? Mustahil!” bantah Genta
“Ayo bang ikut aku kalau kau kurang
percaya!”
Genta memutuskan untuk mengikuti anak
itu. Setelah lima belas menit, mereka sampai di markas besar si pencopet.
Markas si pencopet hanya sebuah bangunan bekas yang berdebu.
“Tuh, bang. Bosku ada situ” ucap si
pencopet sambil menunjuk bosnya yang sedang duduk disebuah kain yang diikatkan
di sebuah besi yang berkarat. Perlahan Genta berjalan mendekati bos si
pencopet. Tiba-tiba...
“Faisal! Kenapa kau membawa orang asing
masuk ke markas kita?” tanya si bos kepada si pencopet yang bernama Faisal itu.
“Si abang ini ngeyel, bos!” jawab
Faisal dengan santai
“Ya sudah sana, kembali bekerja! Orang
ini, biar aku yang menghadapinya” perintah si Bos.
“Siap, Pak Bos!” jawab Faisal sembari
mengedipkan mata kanannya.
Di markas itu tinggal Genta dan Pak
Bos. Genta agak merinding menghadapi orang ini. Genta memberanikan diri untuk
berbicara dengan Pak Bos.
Pak Bos ini bernama Pak Wayan.
Sebetulnya, Pak Wayan ini orang baik. Hanya saja postur badan dan dandanannya
yang sangar membuat orang ngeri
melihatnya. Cukup lama Genta ada ditempat itu. Hingga Genta melihat ada
gerombolan pencopet yang jumlahnya lima belas anak yang usianya berkisar sepuluh
hingga enam belas tahun.
Genta di tempat itu sampai jam tiga
sore. Pak Wayan sengaja menyuruh Genta untuk berada di tempat itu hingga semua
anak buah Pak Wayan datang.
“Loh, abang ini belum pulang ya, bos?”
tanya Faisal sambil menggaruk kepalanya
“Memang kenapa? Abang ini datang dengan
niat baik kok” ujar Pak Wayan sambil mengusap kepala Faisal.
Pak Wayan menjelaskan kepada Genta
bahwa dia memiliki lima belas anak buah. Bukan hanya budaya saja yang beragam.
Namun, nama-nama pencopet anak buah Pak Wayan juga beragam. Mulai dari copet
pasar yang dipimpin oleh Faisal, copet bus kota yang menyamar sebagai pelajar
yang dipimpin oleh Edo, dan copet yang berkelas yaitu copet Mall yang dipimpin
oleh Joe.
Usai semua anak buah Pak Wayan berkumpul
dan memberikan hasil copetan kepada Pak Wayan, Pak Wayan mulai mengenalkan
Genta kepada anak buahnya. Selain itu, Pak Wayan juga memberitahukan maksud
kedatangan Genta.
“Bocah-bocah,
kalian tahu abang yang ada disampingku ini?” tanya Pak Wayan kepada semua anak
buahnya. Dan Genta hanya menundukkan kepalanya sambil melontarkan senyuman
kepada anak-anak itu.
“Abang ini namanya Bang Genta. Bang
Genta ini nih, mau mengajak kita bekerja sama. Mulai dari sekarang, hasil kerja
kalian akan diberikan kepada abang sepuluh persen. Kalian setuju?” tanya Pak
Wayan.
“Bos! Kita rugi dong! Hasil susah payah
kita-kita mau diambil sama si Abang jelek itu? Aku nggak sudi!” bantah Joe.
“Betul, bos! Ditambah lagi nih
pendapatan kita belum tentu banyak! Sepuluh persen banyak, bos!” tambah Edo.
Suasana di markas para pencopet itu semakin memanas.
“Bukan, bukan begitu maksudku. Aku
hanya ingin bekerja sama saja. Hasil kalian yang sepuluh persen, tujuh persen
akan ku tabung di salah satu bank syariah dan tiga persen lagi untuk menggajiku.
Maka, kalian akan mendapatkan bunga. Lantas, uang yang sudah terkumpul itu bisa
kalian jadikan modal untuk membuka usaha yang lebih bersih. Seperti menjadi
pedagang asongan, atau mengamen” ucap Genta membela diri.
“Menjadi pedagang asongan? Hasil
sedikit, bang! Ngamen? Apalagi tuh.
Main gitar aja gue gak bisa, bang!”
timpal Faisal.
“Diam semua!” seru Pak Wayan melerai
pertikaian itu.
“Mulai lusa, kalian akan diberi
pendidikan oleh Bang Genta! Biar kalian semua tidak bodoh seperti ini! Sudah
cepatlah kalian ke belakang untuk tidur!” bentak Pak Wayan.
Akhirnya, Genta berpamitan meninggalkan
markas itu. Dia mengayuh kembali sepedanya sampai rumahnya.
“Assalammu’alaikum” ucap Genta sambil
mengetuk pintu rumahnya
“Waalaikumsalam. Kok sampai larut malam
begini kamu itu to, nak. Bapak ini
khawatir” tentu saja Pak Hasan resah ditinggal pergi anak semata wayangnya ini
walaupun untuk mencari pekerjaan.
“Bapak tidak perlu mengkhawatir kan
saya. Saya kan sudah dewasa, pak. Sudah ayo kita makan malam bersama. Genta
belikan abon sapi agar awet hingga dua hari ke depan” jelas Genta.
Malam itu, Genta dan Pak Hasan
bercengkrama cukup lama. Dan tak lupa, Pak Hasan menanyakan tentang pekerjaan
putra kesayangannya itu. Yah, Genta masih menyembunyikan pekerjaannya, yaitu
sebagai pembimbing dari para pencopet.
Ketika ufuk timur telah mengeluarkan
suryanya, rutinitas Genta dimulai kembali. Hanya saja, pagi ini dia mencari
tenaga kerja untuk membantunya membimbing para pencoopet itu.
“Abah, Osa ada?” tanya Genta kepada
ayah Osa. Tentu saja, orang yang akan dia datangi pertama adalah Osa. Abah
segera memanggilkan Osa untuk bertemu dengan Genta.
“Eh, Bang Genta. Kenapa, bang rajin banget
kesini. Hmmm, ada udang dibalik batu ini pasti. Ayo bang, ngaku!” desak
Osa
“Iiih, kau ini. Aku kesini Cuma mau
nawarin kerjaan aja kok. Mau kan kamu jadi tutor musik anak?
Gajinya lumayan nih. Lagi pula, kamu kan mahir main gitar sama bersenandung gitu deh. Daripada kamu terus-terusan
nungguin undian yang gak jelas gitu. Mending ikut aku aja. Mau? Tapi...”
“Tapi napa, bang? Osa sih mau mau aja.
Mau diajak ke tempatnya sekarang juga boleh” ujar Osa sambil tersenyum lebar
“Anak-anaknya jadi c-co-copet. Kamu mau
beneran? Anak-anaknya unik unik kok” Genta berusaha membuat Osa tertarik dengan
pekerjaan itu. Osa melotot mendengar itu. Awalnya Osa ingin menolaknya. Tapi,
Osa berinisiatif untuk mencoba pekerjaan itu. Apalagi, pekerjaan itu sesuai
dengan keahliannya.
“Oke dah aku mau. Kapan nih mulai kerjanya? Gajinya berapa sih, bang?”
“Kita kerja mulai besok. Aku ngajarin
mereka berhitung dan tentang akhlak. Nah, nyopetnya belum tentu nih hasilnya.
Kalau kemarin ku tanya bosnya, sehari bisa dapet jutaan. Katanya sih paling
sedikit sehari dapet sejuta. Kurang lebih kita sebulan seratus ribu dah” jelas Genta.
“He?!
Sejuta, bang? Banyak amat. Mustahil,
bang! Seratus ribu? Boleh tuh.
Daripada buat pusing Abah melulu” tambah Osa. Setelah Genta berhasil merayu Osa, dia meminta Osa untuk membantunya
merayu Kang Tarto. Reflek Kang Tarto hampir sama dengan Osa. Alhasil, Kang
Tarto mau menerimanya. Lengkap sudah
pembimbing untuk anak-anak brandal yang kelak menjadi penerus bangsa ini.
Semoga seperti yang aku, Osa, Kang Tarto dan Pak Wayan harapkan batin Genta
Kukuruyuuuuuuuuukkkkkk.......
Ciap
ciap ciap, cuiiitttt cuit.....
Tak terasa, hari telah berganti. Hari
ini adalah hari pertama Genta, Osa, dan Kang Tarto bekerja. Mereka bergegas
menuju markas anak-anak copet dengan mengayuh sepeda mereka masing-masing.
Melewati gang-gang tikus, sarang-sarang manusia yang berhimpitan, jalan setepak
dan usai tiga puluh menit mereka sampai di tempat kerja mereka alias markas
anak-anak copet.
Osa dan Kang Tarto menganga melihat
tempat itu. Seolah mereka berada di tempat pembuangan limbah pabrik yang kumuh,
dan bau. Genta yang sudah terbiasa dengan tempat itu segera menemui Pak Wayan
untuk mengenalkan partnernya untuk membimbing anak-anak copet itu nanti.
“Pagi, Pak Wayan” sapa Genta kepada Pak
Wayan sambil memberikan senyuman hangat. Disusul dengan Osa dan Kang Tarto yang
berjabat tangan dengan Pak Wayan sambil memperkenalkan diri.
“Pagi, Genta, Osa, Kang Tarto. Mau
dimulai kapan bimbingannya? Biar anak-anak saya yang urus” ujar Pak Wayang yang
tak sabar untuk melihat anak buahnya belajar. “Lebih cepat kan lebih, Pak.
Mungkin, bisa dimulai sekarang” jawab Genta. Pak Wayan mulai mengumpulkan anak
buahnya dengan meniup peluit yang dikalungkan dilehernya.
Cukup dengan satu peluit panjang, anak
buah Pak Wayan berlarian untuk berkumpul. “Hari ini, Bang Genta kemari gak
sendiri nih. Kalian belajar mulai jam tujuh sampai jam dua belas di
loteng atas yang kalian bersihkan kemarin, habis itu kalian nyopet seperti
biasa” kata Pak Wayan memberikan sekilas pengarahan. Anak-anak copet segera
menuju ke loteng tempat mereka belajar sebentar lagi. Diikuti dengan Pak Wayan
yang berniat mengantar Genta, Osa, dan Kang Tarto.
Tak membuang waktu, Genta segera
mengenalkan Osa dan Kang Tarto. Genta mempersilahkan Osa dan Kang Tarto untuk
mengenalkan diri.
“Adik adik, kata pepatah ni tak kenal maka tak sayang. Nama kakak
Cahyani Osa. Kalian panggil aku Mbak Osa. Mbak akan membimbing kalian buat jadi
pengamen yang berkwaliatas! Tidak hanya pengamen yang ecek-ecek” oceh Osa. Anak-anak copet hanya diam mendengarnya dan
tak menghiraukan Osa.
“Nama saya Tarto. Panggil saja Kang
Tarto. Akang akan jadi guru serbaguna kalian. Ada yang mau ditanyakan dari
Akang?” tawar Kang Tarto. Edo mengangkat tangan kanannya. “Kang Tarto, gimana caranya nyopet biar gak ditangkap sama pak pak tua yang
jelek itu?” tanya Edo dengan muka yang sangat polos.
“Do, Kang Tarto tidak akan mengajarkan
kalian hal itu. Tanyakan pada Pak Wayan. Kau ini” tegur Genta pada Edo. “Iya
iya, Bang Genta” balas Edo dengan sewot.
Akhirnya pembelajaran dimulai. Banyak
hal baru yang didapat oleh Genta, Osa dan Kang Tarto. Anak-anak copet sekarang
juga bisa mandi setiap hari. Ya, sebelumnya anak-anak copet mandi bila turun
hujan saja.
Cinta Indonesia
ReplyDelete